Selasa, 11 Juni 2013

Alunan Kalam Senja

Sore itu, setelah mendapat restu dari syekh, kami bergegas meninggalkan markaz menembus kepulan asap kendaraan yang berlalu lalang berbaur dengan debu jalanan yang menyesakkan nafas dan mengganggu pandangan sepanjang perjalanan dari Hawamidiyah menuju Kairo.

Tramco terus melaju berpacu dengan gelap malam, mengejar Maghrib di mahattah Munib. Di sela-sela suara berisik musik padang pasir tak karuan si sopir terus berteriak mamanggil penumpang.

"Munib...Munib.. Giza...Munib..."

Merasa tak nyaman dengan suara bising musik itu, seorang penumpang meminta sopir untuk mengecilkan volume audionya. Tanpa banyak protes akhirnya pemuda tanggung itu mengecilkan volume musik dan perlahan suara dendangan arab itu menghilang.

Tramco putih itu terus melaju, tak lama kemudian si sopir menyetel murattal, dari alunan suaranya sudah tak asing lagi, Imam Syaikh Musyari Rasyid dengan kelembutan suaranya yang khas membacakan Surat Ar-Rahman. Semua penumpang terdiam menikmati lafaz lafaz mulia itu. Ada nuansa sejuk yang menggetarkan hati.

Begitulah di negeri ini, hampir semua orang-sekeras apapun wataknya- selagi dia masih muslim akan mudah luluh dengan bacaan Al-Qur'an. Di Negeri ini, bukanlah suatu yang aneh jika ada orang yang membawa msuhaf ke mana-mana, membaca Al-Qur'an di bis, di metro(kereta), di angkutan umum lainnya, ataupun saat menunggu bis di halte. Al-Quran adalah bagian yang tak bisa dipisahkan dari hari-hari mereka. Baik pada hari-hari di bulan Ramadhan ataupun luar Ramadhan, sepertinya tak jauh beda.Bahkan di angkutan umum, alunan suara murattal bukan suatu hal yang asing. Memang tak seluruh sopir yang suka menyetel murattal di kendaraan mereka. Ada juga yang suka musik-musik tak karuan.Tapi tak ada yang berani komplain ketika sudah dihadapkan kepada lafaz-lafaz suci ini.

Ada sebuah pengalaman menarik seorang teman yang membuatku kagum lagi. Suatu ketika kawan ini melakukan perjalanan. Di tramco, ada seorang pemuda menyetel murattal lewat ponselnya, dengan volume yang agak dibesarkan agar semua orang bisa ikut menikmati. Ketika si sopir datang, dia meyetel musik dengan volume yang lumayan kencang, cukup untuk menyaingi suara ponsel tadi, lantas seorang bapak protes pada sopir dan menyuruh si sopir mamatikan musiknya. Sang Sopir tak menerima, dan terjadilah perdebatan sengit. Penumpang lain tak tinggal diam, dan akhirnya membela si bapak dan pemuda yang menyetel murattal tadi. "Dia lebih dahulu menyetel murattal daripada musik anda. Jadi tolong hargai bacaan Al-Qur'an itu..." Akhirnya si sopir terdiam dan kemudian mematikan musiknya, si pemuda pun ikut mematikan alunan murattal di ponselnya.Mungkin untuk menghargai perasan si sopir.Suasana berubah hening. Namun tak lama kemudian si sopir kembali menyetel audio car nya, tapi kali ini tak musik lagi, melainkan murattal.

Subhanallah, ini salah satu bukti ketundukan hati mereka pada Al-Qur'an.

Mengagumkan. Mereka juga sangat kagum dan senang pada siapapun yang hafal Al-Qur'an, apalagi orang asing. Tapi ini bukan berarti mereka tak hafal, malah sebaliknya.Setidaknya rata-rata mereka telah pernah menghafal Al-Qur'an 30 juz. Dan yang menarik lagi, mereka senantiasa berprasangka baik bahwa orang lain juga cinta pada Al-Qur'an. Maka ketika di bis atau dimana saja jika mereka melihat ada yang memasang headset, kalau mereka ingin berkomentar atau bertanya, mereka akan bertanya begini; "bitisma' Qur'an?" (Kamu lagi degarin Al-Qur'an ya?)"

Inilah salah satu potret terindah yang pernah kutemui di negeri Seribu Menara ini. Orang-orang yang cinta dengan bacaan Al-Qur'an, meskipun watak mereka sangat keras dan tempramen. Tapi hati mereka mudah luluh dengan ayat-ayat Tuhan mereka.

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal."(Qs. Al Anfaal ;2).

Potret ini akan mudah kita saksikan ketika 'berjalan' di negeri Nabi Musa ini. Seperti pengalaman perjalanan pulangku senja ini.

Di negeriku nun jauh di sana... ada ga ya, sopir angkot yang pede nyetel murattal?

Atau orang yang senang membaca Al-Qur'an, yang hatinya segera bergetar tunduk ketikamendengan bacaan Al-Qur'an?

________________________
Sepenggal cerita perjalanan pulang, senja yang menggetarkan hati, mengusik inspirasiku, menggoda naluriku untuk nulis lagi. Semoga bermanfaat untuk kita semua, Allahu a'lam.
>>Hawamdeya-Munib-New Cairo | 8 Oktober 2010

0 komentar:

Posting Komentar