Kamis, 13 Juni 2013

Balada Surau Tua

Surau Tua
bangunan tua itu membuat hati miris
nasibnya kian hari makin tak terurus.
halamannya yang dulu asri kini penuh semak berduri
atap yang dulu cerah mengkilat kini sudah hitam berkarat
tiangnya yang kokoh kini telah keropos
tak ada lagi yang tahu mana jalan menuju surau itu
ia sudah lama ditinggalkan
ditinggalkan bukan hanya karena tak layak pakai
tapi karena tak ada lagi yang mau memakai

Surau Tua...
kini kian sepi ditengah keramaian
tak ada lagi suara riuh anak anak mengaji alif ba-ta atau Al-Quran
tak terdengar lagi suara batuk 'Buya' ketika mengajar anak anak atau mengimami Shalat
tak ada lagi suara serak Pak Bilal tua mengumandangkan azan
tak ada lagi suara 'tabuah' yang dipukul tiap Shubuh, Maghrib dan Isya
Tak ada lagi keciprak air pancuran ketika orang berwudhu

Surau Tua
terletak dipinggr kampung dan kini kian terpinggirkan

Surau Tua...
kini kian lapuk dimakan usia
pernah kubertanya ada apan dengan suaru tua itu...
mereka bilang tak ada imam
kutanya pada imam
dia bilang ak ada ma'mum
kutanya pada ma'mum
mereka berkata, kami tak mendegar panggilan azan
kubertanya ke mana Pak Bilal
kata mereka bilal sudah lama meninggal
kubertanya lagi...
kenapa tak ada yang mau menggantikan bilal?
kata mereka, lafaz azan tak satupun yang hafal
kalau pun ada, tapi tak lancar
kuteruskan bertanya
kenapa tak ada yang belajar?
mereka bilang kami tak punya guru
kubertanya pada guru
jawab guru, tak ada murid yang mau diajar
kutanyakan pada murid kenapa tak mau diajar
mereka bilang, uang iuran mahal
kata yang lain pak guru sangar
pak guru bilang murid-muridnya nakal
tapi murid membantah pak guru tak pandai mengajar
dan aku bertanya lagi
apakah surau itu akan dibiarkan tertinggal?
dan rela kampung ini mendapat bala hingga semua akan menyesal?
hening...
tak satupun yang menjawab
dengan serempak mereka menjawab "tidak..."
kalau begitu siapa yang bersedia 'menghidupkan' surau itu lagi?
semua bungkam dan saling tatap satu sama lain
lama, tak ada jawaban
hingga seorang pemuda maju dengan malu malu
"saya bersedia...", katanya
semua mata tertuju padanya
bisik bisik pun mulai terdengar dari mereka
"Siapa dia?"
"Siapa orang tuanya?"
"Apa sekolahnya?"
"Memangnya dia bisa apa?"
Ada yang bangga, ada yang mencibir, ada yang tak respon apa-apa
Oh ya kawan
ada yang menarik
ada yang berkomentar begini;
"Dia ank siapa?"
"Dimana kampungnya?"
"Apa sukunya?"
"Bolehlah dijadikan menantu..."
hingga si pemuda tersipu-sipu
sementara anak-anak gadis mereka tertunduk malu
dan saling tatap penuh cemburu
hingga kabar tentang pemuda ini
sampai ke telinga sang guru
yang telah lama ditinggal murid-muridnya
sang guru tersenyum bangga bercampur haru
dengan mata berkaca-kaca ia berkata,
"dia dulu adalah murid terbaik saya...
semoga dia lebih baik daripada saya"

Sejak hari itu
Surau Tua tak lagi merana
kala fajar menyingsing,
suara 'tabuah' kembali bergema di pelosok kampung
disambut kumandang suara azan yang mendayu-dayu dibawa semilir angin
terkadang suaranya menghiba
terkadang penuh emosi
kokok ayam jantan pun kini berubah,
kalau biasanya berkokok dengan nada emosi
karena sang tuan masih mendengkur
kini bervariasi, sesuai suasana hati
jangan tertawa kawan...
tapi beginilah nuansa semarknya kampung

azan selesai, satu dua orang mulai berdatngan ke Surau Tua
ada Kakek Ini, Nenek Itu, Amai Itu, Inyiak Ini
mereka berjuang dengan langkah terseok-seok dan nafas yang sesak
melawan dinginnya udara pagi
terkadang ditemani cucu mereka yang masih kecil
berjalan dengan sempoyongan melawan rasa kantuk
pagi itu kampung kembali semarak...

saat petang datang menyambut malam
anak anak mulai ramai berdatangan
riuh rendah suara teriakan mereka
menjadi salah satu musik alam yang indah
ceria wajah mereka
canda dan teriakan mereka
sembari berlari-lari di sekitar pekarangan Surau Tua mennunggu azan magrib
mejadi pemandangan yang menarik
terkadang membuat gusar orang yang melihat
karena ulah mereka mengganggu teman-temannya
dari jendela Surau Tua,
sang pemuda tadi mengawasi anak anak
dengan senyum wibawa menghiasi bibirnya

'tabuah' bergema
disambut alunan merdu suara azan
melalui corong Toa yang baru saja dipinjam dari balai kelurahan
anak anak berebutan memasuki Surau Tua itu
bapak -bapak, Ibu-ibu dan beberapa remaja serta pemuda
berdatangan ke Surau Tua itu
ada juga para gadis belia
dengan berbagai tingkahnya
datang walau ada yang tak ikut Shalat
tapi hanya karena ingin melihat 'ustadz baru' yang tampan
lalu membuat gaduh di pojokan
ketika adik-adik mereka mengaji
lalu tersenyum senyum centil
dan cengengesan ketika merasa diperhatikan oleh sang ustadz
dengan begitu mereka puas
si ustadz ini akan jadi salah tingkah
karena ia juga merasa ada jamaah yang memperhatikan
ah, ini adalah romansa Surau Tua
cukup indah untuk dikenang
tapi apa yang tersimpan dalam hati masing masing siapa yang tahu

Oh ya kawan,
kalau kita berlama-lama di bagian ini tak kan pernah kunjung selesai
tapi begitulah...
hari hari mulai terasa hidup
Surau Tua itu kini kembali terang benderang
tak lagi sunyi dan angker
pemuda itu masih bertahan

Kawan, cerita Surau Tua tak berakhir di sini
masa berlalu, hari, bulan, dan tahun berganti...
Suatu hari
aku kembali bertanya tentang Surau Tua itu
seorang kawan lama bertutur...
Kawan,
Surau Tua itu sudah lama ditinggalkan
tak ada lagi orang datang untuk beribadah ke sana
bapak-bapak lebih banyak datang ke kedai kopi,
sebagian ibu-ibu suka ngerumpi di tempat arisan
atau sibuk di kantoran
tak lagi terdengar suara 'tabuah'
kumandang azan, dan alunan ayat-ayat suci tiap Jum'at pagi
atau tak ada lagi suara riuh anak anak mengaji
mereka sudah terpaku didepan televisi atau main playstation
atau ada yang sibuk sekolah, les ini, privat itu

Surau Tua itu
kian kian reot
semak semak sudah meninggi
berkejaran dengan alang alang dan pakis liar
tak terdengar lagi pengajian tiap Sabtu malam
tapi sudah berganti dengan suara organ tunggal

tentang sang pemuda...
ia sudah lama meninggalkan kampug itu
tak tahan dengan pedasnya cercaan benci
cemoohan dengki
yang terlontar dari lisan tak bertanggung jawab
ia dikeroyok oleh beberapa orang pemuda
diusir karena difitnah dengan seorang wanita
duhai, kasihan pemuda itu
jadi pemeran Yusuf 'alaihissalam abad modern
hingga kini...
tak seorangpun yang berani maju menggantikan
tak ada lagi yang berjiwa seberani pemuda itu
atau belum punya keberanian
tak peduli, trauma, tak percaya diri

Surau Tua itu...
nasibnya kini kembali merana
tak ada yang mengurus
tak ada yang mengunjungi
konon baru baru ini terjadi sengketa
tentang kepemilikan tanah tempat berdiri Surau Itu
Ah, Surau Tua...
nasibmu
entah sampai kapan...
________________________
::karya selepas makan malam,::

Kairo, suatu malam di musim semi, Senin/8 Maret 2010
22:45 CLT
Harun AR








3 komentar:

  1. kata2x bagus om...
    sepertix tergambar dengan jelas bentuk surau tua yg diceritakan di atas...

    kunjungan perdana. izin follow ya. bila berkenan follback ^^

    BalasHapus