Ranah

Ratok taragak dari rantau

Laba-laba

Together, everywhere, forever..

Be happy

Ceria mengejar impian.. tetap optimis walau jalan masih berdebu

Revolution

Menyaksikan sisa-sisa Revolusi Mesir di Tahrir Square

BBM club

Belajar,Berbagi, Mumtaz | Korean view - International Park

Sejarah kita tak bisa lepas dari orang, bangunan, dan tradisi. Di dalamnya kita temukan nilai-nilai, pola hubungan, budaya, dan juga peradaban. Pada ketiganya kita menyandarkan sebagian besar proses bertumbuh dalam hidup. Sebab hidup, adalah soal bercermin dari masa lalu dan masa sekarang, untuk masa depan. Oleh karena itu, Al Qur'an menyuruh kita berjalan, agar mata lebih terbuka, agar kita mau berpikir, mengambil pelajaran, dan mengerti. Maka, "Lihat Bangunan, Orang, dan Tradisi Negeri lain" #tarbawi 295

Rabu, 29 Mei 2019

Menjadi Mukmin Beruntung Setelah Ramadhan

اَللّهُ أَكْبَرُ، اَللّهُ أَكْبَرُ اَللّهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللّهُ، وَاللّهُ أَكْبَرُ اَللّهُ أَكْبَرُ وَلِلّهِ الْحَمْدُ
اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا اللَّهُ أَكْبَرُ وَلَا نَعْبُدُ إلَّا اللَّهَ مُخْلِصِينَ له الدَّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ
إِنَّ الْحَمْدَ لِلّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللّهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ.
ايها المسلمون والحاضرون  اني اوصيكم بتقوى الله. انه من يتق الله ويصبر فان ذلك من عزم الامور.
قال ربنا في محكم تنريله
ياأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah Kepada Allah dan carilah (wasilah) jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan”.[Al Maaidah 5:35]

Kita bersyukur kepada Allah atas segala nikmat yang telah Allah anugerahkan kepada kita sekalian, sehingga kita bisa merampungkan puasa pada Ramadan kemarin dan hari ini kita bertemu dengan hari raya Idul Fitri, yang moga bawa berkah bagi kita semua.
Shalawat dan salam semoga tercurah pada suri tauladan kita dan menjadi akhir zaman, Nabi besar kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga kepada istri beliau—Ummahatul Mukminin—dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum, serta yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman.  

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
Allahu akbar, Allahu akbar, laa ilaaha illallah wallahu akbar. Allahu akbar walillahil hamd.


Tentu  kita menginginkan keberuntungan, setelah melewati perjuangan besar melawan hawa nafsu selama 1 bulan. Tentu saja kita ingin mendapat hasil yang gemilang setelah berjuang meraih ketaqwaan dan ampunan Allah, dari ibadah Ramadhan yang kita lakukan. Sebagaimana yang telah Allah janjikan dari ibadah puasa kita, yaitu ketaqwaan.

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. Al Baqarah: 183)

Akan tetapi ketaqwaan ternyata bukan akhir, atau reward yang bisa kita pajang dan bubuhkan bersama nama kita. Melainkan sebuah perintah ketaatan, yang Allah sampaikan dengan tegas dalam firmanNya yang agung. Jika dalam ayat puasa yang biasa kita dengar, ketakwaan merupakan harapan, akhir dari ibadah puasa kita, pada ayat ayat lain justru merupakan kewajiban seorang mukmin.

Mari kita
Allah SWT berfirman:

َياأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah Kepada Allah dan carilah (wasilah) jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan”.[Al Maaidah 5:35]

Ayat ini menekan kepada kita 3 hal agar seorang mukmin beroleh keberuntungan:

  • Perintah bertaqwa kepada Allah

Yang dimakud bertaqwa kepada Allah adalah menenuhi seruan-seruan Allah, baik dalam bentuk melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya, dengan penuh keta'atan. Kemudian membuktikan keimanan, kejujuran kepada Allah dan ketulusan niat hati kita dalam bentuk amal salih.


Taqwa juga berarti menjaga diri dari segala yang bisa mendatangkan murka dan kemarahan Allah. Madrasah Ramadhan yang kita ikuti selama satu bulan hendaknya mampu merobah kareakter kita menjadi insan yang bertaqwa. Karena selama Ramadhan kita sudah dilatih untuk menundukkan hawa nafsu kita, dan mengendalikan diri kita dari semua hal yang dilarang oleh Allah dan RasulNya. Puasa tak hanya sekedar menahan makan dan minum, tapi juga menahan segala hal yang bisa menghabiskan nilai puasa kita.

من لم يدع قول الزور فليس لله عليه حاخة ان يدع طعامه وشرابه

Siapa yang tak bisa meninggalkan perkataan keji maka Allah tak butuh dia meninggalkan makan dan minumnya.

Ma'asyiral Muslimin yang dimuliakan Allah

Jika hari-hari kita di bulan Ramadan adalah hari hari pembakaran dosa-dosa, pembersihan jiwa dan hati, penyemaian benih ketakwaan. Maka hari hari kita setelah ini adalah saatnya kita menjaga, mempertahankan dan merawat agar benih ketakwaab itu tetap tumbuh subur dalam jiwa dan raga kita.

Kita tentu faham, bahwa menjaga benih agar tetap tumbuh hingga membuahkan hasil, tentu adalah pekerjaan yang melelahkan dan menyibukkan. Benih harus kita sirami, kita perhatikan kadar airnya, kadar penyinaran cahaya mataharinya, bahkan harus kita lindungi dari serangan hama dan serangga yang mematikan.

Begitu juga dengan keimanan dan ketakwaan yang sudah kita semai selama sebulan Ramadhan. Ketaatan dan kesalihan yang sudah kita upayakan selama bulan Ramadhan, harus senantiasa kita pupuk, kita pertahankan agar tetap menjadi karakter kepribadian kita, walau Ramadhan sudah berlalu. 

Maka jangan sampai, seteleh Ramadhan berlalu, kita kembali kepada kondisi kita sebelum Ramadhan, atau kembali kepada dosa-dosa kita yang lalu. Kita tidak lagi mampu menahan diri, mengendalikan diri dari segala larangan di bulan Ramadhan. Kita seakan menjadi lupa diri. Kita kembali sibuk dengan urusan dunia, tak sempat lagi mendatangi rumah Allah, membaca Al Qur'an, dengan alasan sibuk dengan pekerjaan. Sungguh rugi kita jika ini terjadi.

وَلاَ تَكُونُواْ كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِن بَعْدِ قُوَّةٍ أَنكَاثًا
Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali.” (QS. An Nahl: 92)


Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/6228-bagaikan-mengurai-kembali-benang-yang-sudah-dipintal-kuat.html
وَلاَ تَكُونُواْ كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِن بَعْدِ قُوَّةٍ أَنكَاثًا
Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali.” (QS. An Nahl: 92)


Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/6228-bagaikan-mengurai-kembali-benang-yang-sudah-dipintal-kuat.html
وَلاَ تَكُونُواْ كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِن بَعْدِ قُوَّةٍ أَنكَاثًا

“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali.” (QS. An Nahl: 92)
 
Lalu seperti apa ketaqwaan yang harus kita wujudkan?

Umar bin Khattab pernah bertanya kepada Ubay bin Ka’ab mengenai hal ini. Ubay bin Ka’ab menjawab dengan bertanya kembali kepada Umar. “Pernahkah engkau melewati jalan yang penuh dengan onak dan duri?”

Umar menjawab, “Ya, pernah.” Lalu Ubay bin Ka’ab bertanya lagi kepada Umar, “Lalu apa yang kau lakukan?” Umar menjawab, “Aku bertahan dan berusaha sekuat tenaga melewatinya?” Ubay bin Ka’ab menyampaikan, “Itulah yang namanya taqwa.”

Sebuah diskusi yang memberikan sebuah gambaran taqwa dari para sahabat utama Rasulullah saw. Taqwa adalah senantiasa berhati-hati dalam menjalani sebuah kehidupan ini.


اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
Allahu akbar, Allahu akbar, laa ilaaha illallah wallahu akbar. Allahu akbar walillahil hamd.
  • Mencari wasilah menuju Allah

Al-wasilah ialah sesuatu yang dijadikan sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Talhah, dari Ata', dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan al-wasilah di sini ialah qurbah atau mendekatkan diri kepada Allah Swt

أُوْلَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا

“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari wasilah (jalan) kepada Rabb mereka, siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Rabbmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti” [Al Israa’ 17:57]

 وَابْتَغُوٓا۟ إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ (dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya) Yakni carilah apa yang dapat mendekatkanmu kepada Allah. Makna dari (الوسيلة) yakni pendekatan dan pembenaran ketakwaan dan perbuatan-perbuatan lainnya yang dapat mendekatkan seorang hamba kepada tuhannya.

وَابْتَغُوٓا۟ إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ (dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya) Yakni carilah apa yang dapat mendekatkanmu kepada Allah. Makna dari (الوسيلة) yakni pendekatan dan pembenaran ketakwaan dan perbuatan-perbuatan lainnya yang dapat mendekatkan seorang hamba kepada tuhannya.

Referensi: https://tafsirweb.com/1919-surat-al-maidah-ayat-35.html
Adapun menurut Imam Asy Syinqithy rahimahullah, yang dimaksud dengan wasilah di sini adalah qurbah (mendekatkan diri) kepada Allah dengan cara melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya, sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan ikhlas karena Allah ta'ala. Karena inilah satu-satunya jalan untuk mencapai keridhaan Allah SWT, dan mendapatkan kebaikan dari-Nya di dunia dan akhirat.

Mendekatkan diri kepada Allah harus sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah. Banyak ayat Allah yang memberikan perintah untuk mengikuti Rasulullah SAW.

وَمَآ ءَاتَـٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَـٰكُمْ عَنْهُ فَٱنتَهُواْ

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِى

قُلْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ


Bagaimana cara kita untuk taqarrub kepada Allah? Antara lain dengan melaksanakan amalan-amalan wajib dan sunnah, sebagaimana yang dinyatakan Allah dalam sebuah hadis qudsi:

وما تقرَّب إليَّ عبدي بشيءٍ أحبَّ إليَّ ممَّا افترضتُ عليه، وما يزالُ عبدي يتقرَّبُ إليَّ بالنَّوافلِ حتَّى أُحبَّه، فإذا أحببتُه: كنتُ سمعَه الَّذي يسمَعُ به، وبصرَه الَّذي يُبصِرُ به، ويدَه الَّتي يبطِشُ بها، ورِجلَه الَّتي يمشي بها، وإن سألني لأُعطينَّه، ولئن استعاذني لأُعيذنَّه، ..

Dan tidaklah seorang hamba mendekat kepada-Ku; yang lebih aku cintai daripada apa-apa yang telah Aku fardhukan kepadanya. Hamba-Ku terus-menerus mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku pun mencintainya. Bila Aku telah mencintainya, maka Aku pun menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia pakai untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia pakai untuk berjalan. Bila ia meminta kepada-Ku, Aku pun pasti memberinya. Dan bila ia meminta perlindungan kepada-Ku, Aku pun pasti akan melindunginya.”



اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
Allahu akbar, Allahu akbar, laa ilaaha illallah wallahu akbar. Allahu akbar walillahil hamd.

  • Berjihad di jalan Allah
Ibnu Katsir menjelaskan terkait ayat ini, bahwa tatkala Allah  SWT memerintahkan untuk meninggalkan segala yang diharamkan, dan mengerjakan ketaatan kepada-Nya, Allah juga memerintahkan untuk berperang menghadapi musuh-musuh dari kalangan kafir dan musyrik serta mereka yang keluar dari jalan kebenaran. Hal ini bertujuan untuk memastikan tegaknya agama Allah. 

Adapun perintah berjihad ini akan terus berlaku hingga hari kiamat, bersamaan dengan berputarnya zaman. Bahkan kita senantiasa diperintahkan untuk terus melakukan persiapan-persiapan untuk melahirkan para mujahid-mujahid. 

وَأَعِدُّوا۟ لَهُم مَّا ٱسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍۢ وَمِن رِّبَاطِ ٱلْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِۦ عَدُوَّ ٱللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَءَاخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ ٱللَّهُ يَعْلَمُهُمْ ۚ وَمَا تُنفِقُوا۟ مِن شَىْءٍۢ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لَا تُظْلَمُونَ

Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; tetapi Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu infakkan di jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dizalimi (dirugikan).

Muhammad Rasyid Ridha dalam tafsir Al Manar menjelaskan makna ayat ini, bahwa jihad dimaksudkan adalah mencurahkan segala kemampuan diri melawan hawa nafsu, dan mengarahkannya untuk berkomitmen melaksanakan kebenaran, berjuang menghadapi musuh-musuh Islam yang berupaya memerangi agama dan menghalangi manusia dari hidayah.Tentu saja ini membutuhkan perjuangan, kesungguhan, kelelahan bahkan pengorbanan.

Dalam aplikasinya, jihad ini dilaksanakan dengan mengangkat senjata untuk memenangkan kalimatullah, memerangi musuh-musuh Islam dari kalangan orang kafir, dengan syarat jika orang kafir tersebut juga menggunakan senjata mereka untuk menzalimi umat Islam. Namun jika tidak, maka tujuan untuk meninggikan kalimat Allah harus tetap direalisasikan, walaupun bukan dengan senjata.

Lalu dengan apa? Sesuai dengan kondisi yang diperlukan. Karena jelas bahwa orang kafir tidak akan senang menerima keberadaan umat Islam sebelum mengikuti millah mereka.

Maka saat ini jihad tersebut tetap harus ditegakkkan, dalam berbagai wujud, seperti dalam bidang ekonomi, pendidikan, kebudayaan, politik, bahkan jihad dengan mengangkat senjata seperti yang dilakukan oleh umat Islam di Palestina melawan Yahudi Israel.

Namun tentu saja perintah ini tidak boleh difahami secara serampangan dan tanpa ilmu. Tidak boleh kemudian melakukan tindakan diluar hukum dan aturan syariat dengan dalih kita ingin menegakkan kalimat Allah, lalu membunuh siapapun yang tak sejalan dengan kita. Tentu saja harus sesuai dengan fikih haal dan prioritas. 

Maka setelah Ramadhan, tugas terbesar kita adalah bagaimana memastikan agar syiar-syiar keislaman bisa tetap tegak di dalam kehidupan kita, di masyarakat dan negeri kita. Karena setelah ini setan-setan akan kembali berkeliaran dan musuh-musuh agama akan terus melancarkan upaya mereka merusak pondasi-pondasi tauhid dalam kehidupan masyarakat.

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
Allahu akbar, Allahu akbar, laa ilaaha illallah wallahu akbar. Allahu akbar walillahil hamd. 

Inilah 3 hal yang Allah sampaikan agar kita beroleh keuntungan dan kemenangan di hari yang mulia ini. Karena kemenangan itu bukan kita sekedar mampu menjalani ibadah puasa selama 1 bulan, atau sekedar menahan makan dan minum. Tapi ketika kita mampu mempertahankan ketaatan dan ibadah kita kepada Allah setelah Ramadhan. Kita mampu menahan dan mengendalikan hawa nafsu dan syahwat duniawi kita, hingga selesai Ramadhan dan seterusnya.

Kembali fitrah bukan sekedar semangat dan slogan kita di hari lebaran. Akan tetapi kembali kepada hakikat penciptaan kita, yaitu beribadah kepada Allah.

وما امروا الا ليعبدو الله مخلصين له الدين حنفاء

Inilah makna minal 'a idin wal fa idzin
Kembali kepada hakikat penciptaan kita, beribadah kepadanya, dan memenangkan pertarungan melawan hawa nafsu duniawi kita.

Boleh saja kita merayakan hari fitri ini dengan aneka kue dan penganan lebaran, sebagaimana arti idul fitri itu sesungguhnya adalah hari berbuka. Boleh saja kita bergembira dengan memakai pakaian baru, karena hari ini adalah satu dari dua kegembiraan yang Allah berikan bagi orang mukmin yang berpuasa.

Namun bukan ini yang dimaksud dengan ied ini.

Seorang ahli hikmah berkata:

ليس العيد لمن لبس الجديد
Bukanlah Ied orang yang memakai baju baru…
إنما العيد لمن طاعاته تزيد
Hanyalah Ied bagi orang yang bertambah ketaatannya…
Akhirnya mari kita tutup khutbah kita kali ini dengan bermunajat kepadanya. Semoga berkah, kemuliaan hari ini diberikan untuk kita semua. Segala amalan kita selama bulan Ramadhan diterima oleh Allah, dan dosa-dosa kita diampuni dan dimaafkan.

ان الله وملئكته يصلون على النبي . يا ايها الذين امنو صلوا عليه وسبمو تسليما..

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ
الهم ات نفوسنا تقواها . وزكي انت خير من زكاها . انت وليها ومولاها
اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَجَنِّبْنَا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا، وَأَبْصَارِنَا، وَقُلُوبِنَا، وَأَزْوَاجِنَا، وَذُرِّيَّاتِنَا، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ، وَاجْعَلْنَا شَاكِرِينَ لِنِعَمِكَ مُثْنِينَ بِهَا عَلَيْكَ، قَابِلِينَ لَهَا، وَأَتِمِمْهَا عَلَيْنَا
اللَّهُمَّ أَحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِى الأُمُورِ كُلِّهَا وَأَجِرْنَا مِنْ خِزْىِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ
اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ أَعْمَلَنَا فِي رَمَضَانَ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ أَعْمَلَنَا فِي رَمَضَانَ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ أَعْمَلَنَا فِي رَمَضَانَ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُم تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُم  تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُم
عِيْدُكُمْ مُبَارَكٌ وَعَسَاكُمْ مِنَ العَائِدِيْنَ وَالفَائِزِيْنَ
كُلُّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ

Madinaturrisalah, 24 Ramadhan 1440
Naskah Khutbah Ied di Surau Gadang Paninggahan Solok, 1 Syawal 1440 H



“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah Kepada Allah dan carilah (wasilah) jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan”.[Al Maaidah 5:35]

Baca Selengkapnya : https://almanhaj.or.id/2757-tawassul-dengan-orang-mati.html
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Baca Selengkapnya : https://almanhaj.or.id/2757-tawassul-dengan-orang-mati.html
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Baca Selengkapnya : https://almanhaj.or.id/2757-tawassul-dengan-orang-mati.html
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Baca Selengkapnya : https://almanhaj.or.id/2757-tawassul-dengan-orang-mati.html
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Baca Selengkapnya : https://almanhaj.or.id/2757-tawassul-dengan-orang-mati.html

Senin, 27 Mei 2019

Allah Menyuruhmu Berlaku 'Ihsan'

Titah dari Langit

Dalam Al Qur'an, surat An-Nahl: 90 Allah berfirman:

 إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. 

Jika kamu berbuat baik, (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri…” (al-Isra’: 7)

“…Dan berbuat baiklah (kepada oraang lain) seperti halnya Allah berbuat baik terhadapmu….” (al-Qashash:77)
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (al-Baqarah: 195)

Demikian juga Rasulullah SAW bersabda, 

اِنَّ اللهَ كَتَبَ عَلَيْكُمُ اْلِاحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ , فَاِذَا قَتَلْتُمْ فَاَحْسِنُوْ الْقَتْلَةَ وَ اِذَا ذَبَحْتُمْ فَاَحْسِنُوْ الذَّبْحَةَ
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kebaikan pada segala sesuatu, maka jika kamu membunuh, bunuhlah dengan baik, dan jika kamu menyembelih, sembelihlah dengan baik…” (HR. Muslim)

Atau dalam hadis Jibril yang kita kenal:

 أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ .

“Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan apabila engkau  tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim)


Apa arti Ihsan?
Ihsan berasal dari kata حَسُنَ yang artinya adalah berbuat baik, sedangkan bentuk masdarnya adalah اِحْسَانْ, yang artinya kebaikan.


Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh hambah Allah SWT. Sebab, ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan dari-Nya. Sebaliknya, seorang hamba yang tidak mampu mencapai target ini akan kehilangan kesempatan yang sangat mahal untuk menduduki posisi terhormat dimata Allah SWT. Rasulullah saw. pun sangat menaruh perhatian akan hal ini, sehingga seluruh ajaran-ajarannya mengarah kepada satu hal, yaitu mencapai ibadah  yang sempurna dan akhlak yang mulia.

Oleh karenanya, seorang muslim hendaknya tidak memandang ihsan itu hanya sebatas akhlak yang utama saja, melainkan harus dipandang sebagai bagian dari aqidah dan bagian terbesar dari keislamannya. Karena, Islam dibangun di atas tiga landasan utama, yaitu iman, Islam, dan ihsan, seperti yang telah diterangkan oleh Rasulullah saw dalam haditsnya yang shahih. Hadist ini menceritakan saat Raulullah saw. menjawab pertanyaan Malaikat Jibril—yang menyamar sebagai seorang manusia

Dimensi Ihsan
Ihsan meliputi tiga aspek yang fundamental. Ketiga hal tersebut adalah ibadah, muamalah, dan akhlak. Ketiga hal ini lah yang menjadi pokok bahasan kita kali ini.
  1. A. Ibadah
Kita berkewajiban ihsan dalam beribadah, yaitu dengan menunaikan semua jenis ibadah, seperti shalat, puasa, haji, dan sebagainya dengan cara yang benar, yaitu menyempurnakan syarat, rukun, sunnah, dan adab-adabnya. Hal ini tidak akan mungkin dapat ditunaikan oleh seorang hamba, kecuali jika saat pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut ia dipenuhi dengan cita rasa yang sangat kuat (menikmatinya), juga  dengan kesadaran penuh bahwa Allah senantiasa memantaunya hingga ia merasa bahwa ia sedang dilihat dan diperhatikan oleh-Nya. Minimal seorang hamba merasakan bahwa Allah senantiasa memantaunya, karena dengan ini lah ia dapat menunaikan ibadah-ibadah tersebut dengan baik dan sempurna, sehingga hasil dari ibadah tersebut akan seperti yang diharapkan. Inilah maksud dari perkataan  Rasulullah saw yang berbunyi,  “Hendaklah kamu menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”

a. Ihsan dalam berwudhu
قال صلى الله عليه وسلم: (من اغتسل يوم الجمعة فأحسن غسله، وتطهَّر فأحسن طهوره، ولبس من أحسن الثياب، ومَسَّ من طيب أهله، ثم أتى الجمعة ولم يلغُ ولم يفرق بين اثنين، غُفِر له ما بينه وبين الجمعة الأخرى)؛
 (رواه أحمد وابن ماجه، وصححه الألباني).

b. Ihsan dalam shalat 
قال للمسيء في صلاته: (ارجع فصَلِّ؛ فإنك لم تُصلِّ).


c. Ihsan dalam Puasa
قال جابر بن عبدالله: "إذا صمت فليَصُم سمعك وبصرك ولسانك عن الكذب والمحارم، ودع أذى الجار، وليكن عليك سكينة ووقار يوم صومك، ولا تجعل يوم صومك كيوم فطرك سواء"

d. Ihsan dalam Zakat
قال تعالى: ﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ... ﴾ [البقرة: 267].

e. Ihsan dalam Haji
قال تعالى: ﴿ وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ﴾ [البقرة: 196].

f. Ihsan dalam Mendidik Anak
قال صلى الله عيه وسلم: (ما من عبد يسترعيه الله رعية، فلم يَحُطْها بنُصحه، إلا لم يجد رائحة الجنة)؛ (متفق عليه).

 g. Ihsan dalam Membaca Al Qur'an

قال صلى الله عليه وسلم: (الماهر بالقرآن مع السفرة الكرام البررة، والذي يقرأ القرآن ويَتتعتع فيه وهو عليه شاق، له أجران)؛ (متفق عليه).

h. Ihsan dalam Belajar
إذا عمِل أحدكم عملًا أن يُتقنه)، والتعليم أعظم العمل وأشرفه، وما رأينا التراجع والتخلف والتردي إلا بسبب ترك الإتقان.

 i. Ihsan dalam urusan dunia
  Khawateer: Ihsan dalam setiap aktivitas



B. Muamalah
Dalam bab muamalah, ihsan dijelaskan Allah SWT pada surah an Nisaa’ ayat 36, yang berbunyi sebagai berikut : “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat maupun yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu…”

C.  Akhlak
Ihsan dalam akhlak sesungguhnya merupakan buah dari ibadah dan muamalah. Seseorang akan mencapai tingkat ihsan dalam akhlaknya apabila ia telah melakukan ibadah seperti yang  menjadi harapan Rasulullah dalam hadits yang telah dikemukakan
اِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ اْلأَ خْلَاقِ
“Aku diutus hanyalah demi menyempurnakan akhlak yang mulia.”
Kini jelaslah bagi kita bahwa sesungguhnya arti dari ibadah itu sendiri sangatlah luas. Maka, selain jenis ibadah yang kita sebutkan tadi, yang tidak kalah pentingnya adalah juga jenis ibadah lainnya seperti jihad, hormat terhadap mukmin, mendidik anak, menyenangkan isteri, meniatkan setiap yang mubah untuk mendapat ridha Allah, dan masih banyak lagi.


Jumat, 24 Mei 2019

Tadabbur: Mereka yang Berakal Sehat


Bismillahirrahmanirrahim.

Mari kita renungi firman Allah dalam QS Ar Ra'd berikut:

أَفَمَنْ يَعْلَمُ أَنَّمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ هُوَ أَعْمَى إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ 

19. Maka apakah orang yang mengetahui bahwa apa yang diturunkan Tuhan kepadamu adalah kebenaran, sama dengan orang yang buta? Hanya orang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran,

Dalam Al Qur'an, sebanyak 16 kali Allah menyebutkan lafaz Ulul Albab. Ulul Albab adalah orang yang memiliki akal (yang sehat), yang dengan akalnya tersebut akan mengantarkannya kepada jalan kebenaran dan ketaatan pada perintah Allah SWT, dengan memikirkan hakikat penciptannya dimuka bumi.

Siapakah mereka? Mereka adalah:


الَّذِينَ يُوفُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَلَا يَنْقُضُونَ الْمِيثَاقَ

20.    (yaitu) orang yang memenuhi janji Allah dan tidak melanggar perjanjian,

وَالَّذِينَ يَصِلُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ وَيَخَافُونَ سُوءَ الْحِسَابِ

21.  dan orang-orang yang menghubungkan apa yang perintahkan Allah agar dihubungkan,419 dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk.

وَالَّذِينَ صَبَرُوا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً وَيَدْرَءُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُولَئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ

22.   Dan orang yang sabar karena mengharap keridhaan Tuhannya, melaksanakan shalat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan, serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik),

Ulul albab itu ialah:
a)   Memenuhi janjinya mentauhidkan Allah.
b)   Menyambungkan tali persaudaraan (kerabat).
c)   Takut pada Allah dan hari perhitungan (kiamat).
d)   Sabar dalam mencari keridhaan Allah.
e)   Menunaikan shalat
f)    Berinfak secara rutin.
g)   Membalas kejahatan dengan kebaikan.

Mereka akan meraih balasan surga Adn bersama orang tua, istri, dan anak cucu mereka yang beriman dan beramal saleh. Para malaikat memasukkan mereka melalui tiap-tiap pintu surga sambi mengucapkan selamat disebabkan kesabaran mereka menjalankan agama Tauhid (Islam). Sedangkan orang-orang yang merusak janji mereka untuk mentauhidkan Allah, memutuskan tali persaudaraan dan melakukan kerusakan di atas bumi, bagi laknat Allah dan akan dimasukkan ke dalam neraka.

جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آَبَائِهِمْ وَأَيَدْخُلُونَ عَلَيْهِمْ مِنْ كُلِّ بَابٍ

23. (yaitu) surga-surga ‘Adn, mereka masuk ke dalamnya bersama dengan orang yang saleh dari nenek moyangnya, pasangan-pasangannya dan anak cucunya, sedangkan para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu;

Kepada mereka diberikan berbagai kesenangan yang pernah dijanjikan Allah dan Rasul-Nya, bahkan lebih daripada itu. Mereka masuk ke dalam syurga dengan sambutan yang hangat dari penjaganya;

سَلَامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ

24.   (sambil mengucapkan), “Selamat sejahtera atasmu karena kesabaranmu.” Maka alangkah nikmatnya tempat kesudahan itu.


Rabu, 22 Mei 2019

Tadabbur: Doa dan Istijabah

Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillah, segala puji kita haturkan ke hadirat Allah subhanahu wa ta'ala yang senantiasa memberikan naungan rahmat dan bimbingannya untuk kita. Sehingga dengannya kita dapat menjalankan tugas kita sebagai pengabdi-Nya.

Selanjutnya shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasul junjungan kita, kekasih-Nya, manusia terpilih, Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.

Dalam Al Qur'an surat Al Baqarah: 186 Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Aku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. 

Allah  subhanahu wa ta'ala dalam ayat ini menegaskan kepada kita betapa dekatnya Dia dengan hamba-Nya. Allah SWT menggunakan kata "hamba-Ku" sebagai isyarat kedekatan. 

Pada beberapa ayat dalam Al Qur'an kita menemukan kata 'abd yang digandengkan dengan nama Allah, atau Ar Rahman, menunjukkan pujian dan pemuliaan bagi hamba tersebut. Mereka adalah para nabi, atau hamba-hamba Allah yang shalih. Ia mendengar setiap doa hamba-Nya setiap kali mereka berdoa. Begitu jelas Allah menyebutkan hal tersebut dalam firman-Nya.

Persoalannya bukan pada keterkabulannya doa yang kita panjatkan. Karena ini adalah hak preogatifnya Allah. Kalau semua syarat terkabulnya doa sudah kita penuhi dan kita laksanakan dengan baik, maka kita hanya diperintahkan untuk bertawakal. Serahkan semuanya kepada Allah, sambil memaksimalkan ikhtiar, sejalan dengan doa kita. 

Persoalan kita sebetulnya adalah pada potongn ayat berikutnya:فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي  (maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Aku ). Persoalnnya muncul di sini. 

Istijabah di sini sering diartikan dengan ta'at kepada Allah, melaksanakan segala perintah Allah, dan berdoa kepada-Nya. Dalam mentaati Allah, tentu sangat berkaitan dengan segala seruan Allah dalam Al Qur'an, termasuk para nabiNya. Nah, Seperti apa kita merespon semua seruan Allah? Sudahkah kita maksimal dan bersungguh-sungguh melaksanakan kewajiban dari Allah, dan meninggalkan semuruh larangannya. 

Kita sering kali merasa cukup dan selesai dengan kewajiban yang kita tunaikan dengan apa adanya dan separuh hati. Atau bahkan kita mengharapkan balasan yang besar, sementara amalannya tidak sebanding dengan apa yang kita harapkan. Memang benar, Allah akan lipat gandakan nilai setiap kebaikan yang  kita lakukan. Tapi bukan berarti kita kemudian memilih amalan yang minimal. Tetap saja mererka yang amalannya besar akan lebih berhak untuk nilai pahala yang lebih besar juga. Tapi yang lebih penting adalah "kualitas" amalan yang kita lakukan. Memperhatikan syarat, rukun, dan aspek "ihsan" kita dalam setiap amalan. Hal ini menuntut kita melakukan ibadah dengan sempurna dan baik, bukan ibadah yang separuh hati atau asal kewajiban telah gugur.

Bukankah Allah senantiasa menguji siapa di antara kita yang terbaik amalannya? 

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (Qs. Al Mulk: 2)


أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم قال: "الْقُلُوبُ أَوْعِيَةٌ، وَبَعْضُهَا أَوْعَى مِنْ بَعْضٍ، فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ أَيُّهَا النَّاسُ فَاسْأَلُوهُ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالْإِجَابَةِ، فَإِنَّهُ لَا يَسْتَجِيبُ لِعَبْدٍ دَعَاهُ عَنْ ظَهْرِ قَلْبٍ غَافِلٍ"

Hati manusia itu bagaikan wadah, sebagian di antaranya lebih memuat daripada sebagian yang lain. Karena itu, apabila kalian meminta kepada Allah, hai manusia, mintalah kepada-Nya, sedangkan hati kalian merasa yakin diperkenankan; karena sesungguhnya Allah tidak akan mengabulkan bagi hamba yang berdoa kepada-Nya dengan hati yang lalai.

Lalu Allah melanjutkan, وَلْيُؤْمِنُوا بِي (dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku). Maksudnya adalah senantiasa meyakini bahwa Allah mendengar dan akan mengabulkan doa kita tersebut. Sehingga dengan keyakinian ini kita harus menolak segala bentuk kesyirikan. Orang-orang jahiliyah dalam berdoa kepada Allah, mereka menggunakan media berhala, dengan harapan berhala itu akan menyampaikan segala pintanya kepada Allah. 

Rasulullah SAW bersabda,  

فَاسْأَلُوهُ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالْإِجَابَةِ، فَإِنَّهُ لَا يَسْتَجِيبُ لِعَبْدٍ دَعَاهُ عَنْ ظَهْرِ قَلْبٍ غَافِلٍ

mintalah kepada-Nya, sedangkan hati kalian merasa yakin diperkenankan; karena sesungguhnya Allah tidak akan mengabulkan bagi hamba yang berdoa kepada-Nya dengan hati yang lalai.  

Selain itu kita juga harus beriman dan berprasangka baik kepada Allah dalam setiap doa kita. Jangan buru-buru memutuskan sebelum Allah memberikan jawaban atas doa kita. Ada orang yang sudah berdoa siang malam terhadap suatu hajat, namun ketika doanya belum dikabulkan ia putus asa dan tidak lagi berdoa kepada Allah. 

" ثَلَاثَةٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ: الْإِمَامُ الْعَادِلُ، وَالصَّائِمُ حتى يُفْطِرَ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ يَرْفَعُهَا اللَّهُ دُونَ الْغَمَامِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَتُفْتَحُ لَهَا أَبْوَابُ السَّمَاءِ، وَيَقُولُ: بعزتي لأنصرنك ولو بعد حين"
Ada tiga macam orang yang doanya tidak ditolak, yaitu imam yang adil, orang puasa hingga berbuka, dan doa orang yang teraniaya diangkat oleh Allah sampai di bawah gamam (awan) di hari kiamat nanti, dan dibukakan baginya semua pintu langit, dan Allah berfirman, "Demi kemuliaan-Ku, Aku benar-benar akan menolongmu, sekalipun sesudahnya.

Wallahu a'lam 
Al Faqiir, Harun Al Rasyid