Selasa, 14 Mei 2013

Cinta itu memahami...

Edisi Curhat | Ini adalah sepotong memoarku dengan sahabat-sahabat terbaik yang pernah kutemui, bahkan kami sudah bagai saudara. Akur.

Kami resmi ketemu tanggal 17 Juli 2004 -kalau ngga salah- di sebuah kampus semi pesantren. Kata orang itu adalah kampus terkenal dan bergengsi. Katanya. Walaupun kenyataannya iya, hehe.

Sejak itu kami mulai saling mengenal dan diwajibkan saling kenal, karena aturan asrama kami memang begitu. Yang tidak mengenal teman-temannya bersiap "dimuhasabah" oleh senior.

Mulanya memang agak canggung, karena cukup banyak perbedaan di antara kami. Latar belakang sekolah, kapasitas akademis, kampung, karakter, dan lain lain. Hal yang paling mencolok pertama kali ketika itu adalah pertemanan. Ini lumrah. Di awal-awal masih ada kecendrungan untuk eksklusif. Biasanya hanya berkumpul dengan teman-teman satu almamater; satu Tsanawiyah (SMP), pesantren, satu kampung, kerabat, dll. Kemudian ini berlanjut pada kesamaan hobi dan karakter. Jadi muncul setelah itu anak-anak basket, anak-anak masjid atau apalah. Perbedaan lain yang cukup mencolok adalah kapasitas akademis. Yang berasal dari Tsanawiyah maeraca canggung melihat kemampuan berbahasa Arab teman-teman yang pernah di pesantren. Begitulah seterusnya sampai para senior cukup giat "memuhasabah" kami.

Perbedaan karakter adalah hal yang paling berkesan dan unik bagi kami sehingga menarik untuk dikomentari.Walhasil jadilah kami komentator-komentator ulung yang mengomentari satu sama lain. Orang-orang yang melihat sering merasa jengah bahkan emosi. Bukan karena dikomentari, tapi karena melihat 'nasib' mereka yang dikomentari. Tapi bingungnya, yang dikomentari justru malah makin sering mencari kesempatan untuk dikomentari, apalagi kesempatan untuk membalas.

Kebiasan ini cukup berpotensi mengundang konflik termasuk bagi saya. Konon katanya sih karena alasan harga diri. Apalagi ketika itu saya termasuk pemilik kecendrungan (baca: idealis) berbeda. Tidak suka diusik dan mengusik serta tidak pintar membalas :). Hingga suatu hari luapan konflik batin saya tak terbendung. Jangan salah, dulu saya pernah bilang begini kepada teman saya itu, "sekali lagi kau mengatakan 'itu', kubunuh kau!" (garang.com). Bahkan ada teman saya yang lain menulis sebuah surat untuk melampiaskan frustasinya, kami kompak menganggap itu adalah 'Surat Wasiat', (haha).

Akhirnya saya curhat kepada senior karena sudah tidak betah dengan suasana seperti ini. Senior saya ini memberikan banyak pencerahan. Inti dari semua wejangannya adalah menyarankan saya agar bisa memahami dan pandai menyikapi kondisi. Ibaratkan masalah itu adalah sebaskom air garam yang sangat asin jika dicicipi. Namun jika dilemparkan ke telaga ia tak akan berasa apa-apa. Terimalah masalah tu dengan hati seluas telaga.

Selain itu kita perlu mengenal karakter masing-masing orang sekitar. Harus bisa menyesuaikan diri dengan karakter mereka. Bukan berarti terkontaminasi, tapi pintar mencari posisi nyaman. Biarin aja mereka menjadikan kita sasaran empuk, karena mungkin kita sangat berkesan bagi mereka. Ntar juga bakal bosan sendiri.

Menuntut orang lain memahami kita adalah mustahil, justru akan menjadikan kita benda asing yang akan selalu berbenturan kondisi sekitar. Hasilnya kita sendiri akan babak belur. Tapi berikan ruang yang tepat untuk mereka agar tidak selalu berbenturan dengan kita.

Biasanya seseorang akan bersikap sesuai tipologi yang dia suka. Orang yang senang bercanda tentu tidak akan nyambung jika ditanggapi serius. Justru hasinya akan anarkis. Ya, anarkis. Tapi ini tidak berlaku untuk tipe tempramen. Jika sama-sama tempramen dipertemukan hasilnya adalah pertumpahan darah. Nah, lho..

Nyatanya benar. Dengan memahami ternyata akan menyelamatkan kita dari ancaman 'tidak nyaman'. Beginilah pergaulan menuntut kita.  Ini juga yang menjadi alasan saya nyaman bersama sahabat-sahabat ini. Bahkan membuat kerinduan kami selalu terpupuk, meski selalu ketemu tiap hari.

Saya sepakat kalau orang bilang ini cinta. Karena cinta akan tumbuh setelah saling memahami. Cinta itu memahami. Kalaupun ada kemudian hari yang berkata, "cintamu telah membunuhku.." itu adalah insiden. :D

Salam cinta untuk sahabat-sahabat saya, Generasi Laba2. Inni uhibbukum fillah .. 
 
Kairo, 14 Mei 2013
Mohon maaf jika alurnya kesana-kemari, namanya juga curhat, :)


0 komentar:

Posting Komentar