Tersebutlah seorang musafir yang telah menempuh perjalanan jauh, ia
pun lelah dan berhenti di sebuah negeri. Syahdan di negeri itu memiliki
adat istiadat yang unik, setiap raja yang lengser dari jabatannya akan
diasingkan ke gurun yang tandus, terpencil lagi berbahaya. Sesiapa yang
masuk ke gurun itu tidak luput dari serangan hewan-hewan buas, mustahil
kembali dengan selamat.
Saat memasuki negeri itu dia menemukan penduduknya sedang berembug
mencari siapa yang mau diangkat sebagai raja. Berbeda dari negeri-negeri
lain yang dia ketahui, orang berebut menginginkan jabatan tersebut.
Alasannya karena kebiasaan tadi.
Sang musafir tadi pun mengajukan dirinya sebagai raja. Orang-orang di
sana tercengang tak percaya. Pasalnya ini pertama kali orang yang
sukarela mengajukan diri. Apakah dia tidak sadar apa nasib akhirnya?
Namun dengan senang hati penduduk menerima dan mengangkatnya sebagai
raja dengan masa yang telah ditentukan. 10 tahun.
Tapi kawan, musafir kita ini ternyata cerdas. Di samping menjalankan
amanahnya sebagai raja, dia membuat gebrakan baru yang tidak pernah
terfikirkan oleh raja-raja sebelumnya.
Apa yang dia lakukan? Nanti akan kuceritakan. :)
Sang raja ini memerintah dengan baik dan adil. Tahun pertama, kedua,
ketiga hingga ke delapan berjalan dengan baik. Tahun ke sembilan
ternyata kerinduannya untuk mengakhiri jabatannya mulai terasa. Hingga
tahun ke sepuluh, rindunya tak tertahankan. Orang hanya
tercengang-cengan ada apa dengan sang raja ini. Karena biasanya setiap
raja yang akan mengakhiri masa jabatannya dihantui kecemasan dan gelisah
yang mendalam. Terbayang nasibnya setelah itu.
Tapi yang satu ini tidak. Justru dia menceritakan setelah ini akan
merasakan kesenangan dan kebehagiaan yang luar biasa, melebihi apa yang
dirasakan para pengantin baru. Hingga sampai pada hari yang ditentukan,
dia bersiap dibawa ke daerah pembuangan. Dia berangkat dengan girang.
Hata sesampainya di pembuangan alahkah tercengangnya para pengawal yang
mengantar. Mereka mendapati tempat itu adalah sebuah kota yang rapi,
dipenuhi taman-taman dengan aneka tumbuhan, telaga yang menyejukkan dan
istana yang sangat megah. ada apa ini? Kenapa tanah ini sudah menjadi
kota yang indah?
Sang musafir menjawab, "Saya tahu akan datang ke tempat ini, maka
saya mempersiapkan jauh-jauh hari." Terbukalah apa yang selama ini
dilakukan sang musafir ini. Di tahun pertama dan ke dua dia mengumpulkan
harta yang banyak. Tahun ke tiga dia menugaskan orang membuat jalan ke
padang pasir bakal tempat pembuangannya. Tahun ke empat dia membersihkan
tempat itu dari hewan-hewan buas lagi berbisa. Tahun berikutnya dia
memerintahkan untuk mengairi padang pasir tersebut dan menanaminya
dengan beraneka tumbuhan. Hingga tahun ke delapan dia telah menyulapnya
menjadi kota yang indah berikut taman-taman dan istananya yang megah.
Sampai disini cerita itu.
Inilah sekelumit gambaran cerita kehidupan manusia yang diberikan
kesempatan untuk berbenah diri di dunia, namun hanya sedikit yang insaf
bahwa kematian akan menjemputnya. Namun di antara yang insaf pun hanya
sedikit yang benar-benar mempersiapkan 'masa depannya' ini.
Kita hanyalah musafir yang singgah ke negeri bernama dunia. Tapi ini
bukan negeri kita, bukan tujuan kita. Kita singgah sejenak hanya untuk
mencari bekal sebanyaknya hingga batas waktu yang ditentukan. Namun pada
saat yang sama kita harus mengemban peran sebagai 'khalifah' di muka
bumi. Inilah dua peran yang mau tak mau harus kita jalani. Mengambil
bagian dunia ini dalam rangka berbekal untuk negeri akhirat. Jika sang
musafir tadi harus jadi raja agar bisa membangun istana dan kota taman
yang indah di padang pasir, kita menjadi apa?
------
Cuplikan khutbah Jum'at Dr. Abdurrahman Al Barr, ulama senior Al
Azhar- Dekan Fak. Ushuluddin. | Masjid As-Salam, H-10, Nasr City, 24 Mei
2013
-juga disadur dari tulisan Usz. Zulfi Akmal, MA.
0 komentar:
Posting Komentar