Jumat, 24 Mei 2013

Musafir dan Gurun Tandus

Tersebutlah seorang musafir yang telah menempuh perjalanan jauh, ia pun lelah dan berhenti di sebuah negeri. Syahdan di negeri itu memiliki adat istiadat yang unik, setiap raja yang lengser dari jabatannya akan diasingkan ke gurun yang tandus, terpencil lagi berbahaya. Sesiapa yang masuk ke gurun itu tidak luput dari serangan hewan-hewan buas, mustahil kembali dengan selamat.

Saat memasuki negeri itu dia menemukan penduduknya sedang berembug mencari siapa yang mau diangkat sebagai raja. Berbeda dari negeri-negeri lain yang dia ketahui, orang berebut menginginkan jabatan tersebut. Alasannya karena kebiasaan tadi.

Sang musafir tadi pun mengajukan dirinya sebagai raja. Orang-orang di sana tercengang tak percaya. Pasalnya ini pertama kali orang yang sukarela mengajukan diri. Apakah dia tidak sadar apa nasib akhirnya? Namun dengan senang hati penduduk menerima dan mengangkatnya sebagai raja dengan masa yang telah ditentukan. 10 tahun.

Tapi kawan, musafir kita ini ternyata cerdas. Di samping menjalankan amanahnya sebagai raja, dia membuat gebrakan baru yang tidak pernah terfikirkan oleh raja-raja sebelumnya.

Apa yang dia lakukan? Nanti akan kuceritakan. :)

Sang raja ini memerintah dengan baik dan adil. Tahun pertama, kedua, ketiga hingga ke delapan berjalan dengan baik. Tahun ke sembilan ternyata kerinduannya untuk mengakhiri jabatannya mulai terasa. Hingga tahun ke sepuluh, rindunya tak tertahankan. Orang hanya tercengang-cengan ada apa dengan sang raja ini. Karena biasanya setiap raja yang akan mengakhiri masa jabatannya dihantui kecemasan dan gelisah yang mendalam. Terbayang nasibnya setelah itu.

Tapi yang satu ini tidak. Justru dia menceritakan setelah ini akan merasakan kesenangan dan kebehagiaan yang luar biasa, melebihi apa yang dirasakan para pengantin baru. Hingga sampai pada hari yang ditentukan, dia bersiap dibawa ke daerah pembuangan. Dia berangkat dengan girang. Hata sesampainya di pembuangan alahkah tercengangnya para pengawal yang mengantar. Mereka mendapati tempat itu adalah sebuah kota yang rapi, dipenuhi taman-taman dengan aneka tumbuhan, telaga yang menyejukkan dan istana yang sangat megah. ada apa ini? Kenapa tanah ini sudah menjadi kota yang indah?

Sang musafir menjawab, "Saya tahu akan datang ke tempat ini, maka saya mempersiapkan jauh-jauh hari."  Terbukalah apa yang selama ini dilakukan sang musafir ini. Di tahun pertama dan ke dua dia mengumpulkan harta yang banyak. Tahun ke tiga dia menugaskan orang membuat jalan ke padang pasir bakal tempat pembuangannya. Tahun ke empat dia membersihkan tempat itu dari hewan-hewan buas lagi berbisa. Tahun berikutnya dia memerintahkan untuk mengairi padang pasir tersebut dan menanaminya dengan beraneka tumbuhan. Hingga tahun ke delapan dia telah menyulapnya menjadi kota yang indah berikut taman-taman dan istananya yang megah. Sampai disini cerita itu.

Inilah sekelumit gambaran cerita kehidupan manusia yang diberikan kesempatan untuk berbenah diri di dunia, namun hanya sedikit yang insaf bahwa kematian akan menjemputnya. Namun di antara yang insaf pun hanya sedikit yang benar-benar mempersiapkan 'masa depannya' ini.

Kita hanyalah musafir yang singgah ke negeri bernama dunia. Tapi ini bukan negeri kita, bukan tujuan kita. Kita singgah sejenak hanya untuk mencari bekal sebanyaknya hingga batas waktu yang ditentukan. Namun pada saat yang sama kita harus mengemban peran sebagai 'khalifah' di muka bumi. Inilah dua peran yang mau tak mau harus kita jalani. Mengambil bagian dunia ini dalam rangka berbekal untuk negeri akhirat. Jika sang musafir tadi harus jadi raja agar bisa membangun istana dan kota taman yang indah di padang pasir, kita menjadi apa?

------
Cuplikan khutbah Jum'at Dr. Abdurrahman Al Barr, ulama senior Al Azhar- Dekan Fak. Ushuluddin. | Masjid As-Salam, H-10, Nasr City, 24 Mei 2013
-juga disadur dari tulisan Usz. Zulfi Akmal, MA.

0 komentar:

Posting Komentar