“Sesungguhnya Allah tak akan merubah nasib suatu kaum
hingga mereka merubah diri mereka sendiri”
Konsep ini telah lama kita kenal, bahkan terlalu sering kita dengar. Perubahan
besar tidak akan terjadi sebelum ada
yang memulai dari unsur terkecil, dari diri sendiri. Seekor ulat akan tetap
menjadi ulat dan merusak lingkungannya sampai dia menjadi kepompong dan berdiam
di dalamnya. Hingga sampai waktu yang ditentukan, ia akan bermetamorfosa
menjadi seekor kupu-kupu yang indah.
Al-Qur’an yang merupakan khithob ilahiyah yang
berisikan pesan-pesan agung datang menawarkan sebuah konsep perubahan dalam
kehidupan manusia. Al-Qur’an mengeluarkan manusia dari kejahiliyahan menuju
beradaban agung yang tak tertandingi sepanjang sejarah peradaban manusia. Perubahan
besar inilah yang mulai terjadi semenjak generasi-generasi pertama umat ini.
“Wahai umat
manusia, sungguh telah datang kepada kalian keterangan yang jelas dari Rabb
kalian, dan Kami turunkan kepada kalian cahaya yang terang-benderang.” (QS. an-Nisaa’: 174)
Siapa yang tak kenal Umar bin Khatab. Sosok tempramen yang
sangat benci kepada dakwah Islam. Tiba-tiba hatinya luluh ketika dibacakan
Al-Qur’an. Kemudian dia mendapat gelar Al Faruq (Sang Pembeda) semenjak
dimulainya dakwah secara terang-terangan. Demikian juga para para sahabat yang
lain dan generasi-genersi terbaik setelahnya. Mereka adalah didikan Madrasah
Rabbaniyah yang dibentuk dengan Al-Qur’an.
Konsep perubahan yang ditawarkan Islam sangat komprehensif,
menyentuh seluruh lini kehidupan manusia dan lengkap dengan wujud aplikasi
nyata. Pada akhirnya pengamalan-pengamalan ini dengan sendirinya akan membentuk
karakter pribadi 'insan ideal' yang layak menyadang sebutan khalifatullahi fil –ard. Pada waktu yang sama juga
dituntut bisa menjalankan peran sebagai seorang hamba.
”Ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada para Malaikat: ”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: ”Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?”. Tuhan berfirman: ”Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang
tidak kamu ketahui.” (Al-Baqarah:30)
“Dan Tidaklah Aku
Menciptakan Jin dan Manusia Kecuali untuk Beribadah Kepada-Ku” (Adz Dzariyat :
56)
Al-Qur’an berisi panduan lengkap bagaimana memainkan peran
ganda ini dengan memperhatikan tiga komponen dasar; iman, islam dan ihsan
dan tiga orientasi interaksi; manusia dengan Pencipta, manusia dengan
manusia dan manusia dengan lingkungan. Ketika tiga unsur ini terpenuhi maka disanalah seorang manusia
menjadi pribadi ideal seperti yang dicontohkan Rasulullah saw.
Tapi sebuah pertanyaan besar yang saat ini muncul, kenapa
umat Islam yang telah diberikan kematangan konsep Al-Qur’an hingga hari ini
masih belum mampu merubah kehidupannya? Terutama semenjak keruntuhan Dinasti
Utsmaniyah. Pondasi-pondasi kejayaan umat ini seakan ikut tenggelam dalam
lumpur peradaban hingga kehilangan eksistensinya. Justru hari ini umat Islam
dipaksa berkiblat ke Barat dalam banyak hal. Dimana letak masalahnya?
Permasalahan ada pada umat Islam. Pada kita. Pada pola
interaksi kita dengan Al-Qur’an.
Sudahkah kita menjadikan Al-Qur’an sebagai kebutuhan? Sudahkah Al-Qur’an
kita jadikan cermin seluruh tindak-tanduk kita? Minimal, sudahkah kita meresapi
seluruh interaksi kita dengan Al-Qur’an?
Kemajuan umat ini akan dapat terlihat dari sejauh apa
kedekatan umat Islam dengan Al-Qur’an. Ketika Al-Qur’an menjadi cermin kehidupan,
maka saat itupula umat ini meraih kemuliaan dan kejayaannya. Tapi sebaliknya tatkala
umat ini lalai dan meninggalkan Al-Qur’an maka saat itu sejatinya umat ini sedang terpuruk
dalam kehinaan.
Ramadan kali ini kembali menyapa kita. Membuka kesempatan
bagi kita memperbaiki kembali interaksi
dengan Al-Qur’an. Kembali kepada Al-Qur’an.
Kembali dalam arti sesunggunya. Tak sekedar membaca, tapi mentadaburi
dan mengamalkan pesan-pesan ilahi, manjadikannya cerminan utama seluruh sikap
kita.
Allah telah menjadikan Ramadan ini sebagai bulan Al-Qur’an,
maka sepantasnya kita menjadikan Al-Qur’an sebagai menu utama aktivitas
Ramadan disamping ibadah lainnya. Tak
sekedar rutinitas, tapi menjadi prioritas dan kebutuhan.
Sebagaimana Al-Qur’an berisi petunjuk dan pedoman kehidupan
yang tak ada keraguan di dalamnya, maka Ramadan kali ini adalah kesempatan
berharga bagi kita untuk memahami dan mengikuti petunjuk itu. Melakukan
perubahan besar pola hidup kita sesuai tuntunan ilahi.
(Beberapa hari yang ditentukan
itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan Alquran sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda (antara yang hak dan yang batil). (Qs. Al-Baqarah:
185)
Layaknya tamu yang datang mengunjungi rumah kita, yang telah
lama kita rindukan kedatangannya. Ia membawa berbagai macam oleh-oleh berharga,
maka pantaskah tamu agung ini kita
abaikan dan tak kita layani sepenuh hati?
0 komentar:
Posting Komentar