Kamis, 09 Agustus 2012

Ramadan Merubah Hidup Kita



“Sesungguhnya Allah tak akan merubah nasib suatu kaum hingga mereka merubah diri mereka sendiri”
Konsep ini telah lama kita kenal,  bahkan terlalu sering kita dengar. Perubahan besar  tidak akan terjadi sebelum ada yang memulai dari unsur terkecil, dari diri sendiri. Seekor ulat akan tetap menjadi ulat dan merusak lingkungannya sampai dia menjadi kepompong dan berdiam di dalamnya. Hingga sampai waktu yang ditentukan, ia akan bermetamorfosa menjadi seekor kupu-kupu yang indah.
Al-Qur’an yang merupakan khithob ilahiyah yang berisikan pesan-pesan agung datang menawarkan sebuah konsep perubahan dalam kehidupan manusia. Al-Qur’an mengeluarkan manusia dari kejahiliyahan menuju beradaban agung yang tak tertandingi sepanjang sejarah peradaban manusia. Perubahan besar inilah yang mulai terjadi semenjak generasi-generasi pertama umat ini.
“Wahai umat manusia, sungguh telah datang kepada kalian keterangan yang jelas dari Rabb kalian, dan Kami turunkan kepada kalian cahaya yang terang-benderang.” (QS. an-Nisaa’: 174)
Siapa yang tak kenal Umar bin Khatab. Sosok tempramen yang sangat benci kepada dakwah Islam. Tiba-tiba hatinya luluh ketika dibacakan Al-Qur’an. Kemudian dia mendapat gelar Al Faruq (Sang Pembeda) semenjak dimulainya dakwah secara terang-terangan. Demikian juga para para sahabat yang lain dan generasi-genersi terbaik setelahnya. Mereka adalah didikan Madrasah Rabbaniyah yang dibentuk dengan Al-Qur’an.
Konsep perubahan yang ditawarkan Islam sangat komprehensif, menyentuh seluruh lini kehidupan manusia dan lengkap dengan wujud aplikasi nyata. Pada akhirnya pengamalan-pengamalan ini dengan sendirinya akan membentuk karakter pribadi 'insan ideal' yang layak menyadang sebutan khalifatullahi  fil –ard. Pada waktu yang sama juga dituntut bisa menjalankan peran sebagai seorang hamba.
”Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: ”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: ”Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?”. Tuhan berfirman: ”Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Al-Baqarah:30)
“Dan Tidaklah Aku Menciptakan Jin dan Manusia Kecuali untuk Beribadah Kepada-Ku” (Adz Dzariyat : 56)
Al-Qur’an berisi panduan lengkap bagaimana memainkan peran ganda ini dengan memperhatikan tiga komponen dasar; iman, islam dan ihsan dan tiga orientasi interaksi; manusia dengan Pencipta, manusia dengan manusia dan manusia dengan lingkungan. Ketika tiga unsur  ini terpenuhi maka disanalah seorang manusia menjadi pribadi ideal seperti yang dicontohkan Rasulullah saw.
Tapi sebuah pertanyaan besar yang saat ini muncul, kenapa umat Islam yang telah diberikan kematangan konsep Al-Qur’an hingga hari ini masih belum mampu merubah kehidupannya? Terutama semenjak keruntuhan Dinasti Utsmaniyah. Pondasi-pondasi kejayaan umat ini seakan ikut tenggelam dalam lumpur peradaban hingga kehilangan eksistensinya. Justru hari ini umat Islam dipaksa berkiblat ke Barat dalam banyak hal. Dimana letak masalahnya?
Permasalahan ada pada umat Islam. Pada kita. Pada pola interaksi kita dengan Al-Qur’an.  Sudahkah kita menjadikan Al-Qur’an sebagai kebutuhan? Sudahkah Al-Qur’an kita jadikan cermin seluruh tindak-tanduk kita? Minimal, sudahkah kita meresapi seluruh interaksi kita dengan Al-Qur’an?
Kemajuan umat ini akan dapat terlihat dari sejauh apa kedekatan umat Islam dengan Al-Qur’an. Ketika Al-Qur’an menjadi cermin kehidupan, maka saat itupula umat ini meraih kemuliaan dan kejayaannya. Tapi sebaliknya tatkala umat ini lalai dan meninggalkan Al-Qur’an maka  saat itu sejatinya umat ini sedang terpuruk dalam kehinaan.
Ramadan kali ini kembali menyapa kita. Membuka kesempatan bagi kita memperbaiki kembali  interaksi dengan Al-Qur’an. Kembali kepada Al-Qur’an.  Kembali dalam arti sesunggunya. Tak sekedar membaca, tapi mentadaburi dan mengamalkan pesan-pesan ilahi, manjadikannya cerminan utama seluruh sikap kita.
Allah telah menjadikan Ramadan ini sebagai bulan Al-Qur’an, maka sepantasnya kita menjadikan Al-Qur’an sebagai menu utama aktivitas Ramadan  disamping ibadah lainnya. Tak sekedar rutinitas, tapi menjadi prioritas dan kebutuhan.
Sebagaimana Al-Qur’an berisi petunjuk dan pedoman kehidupan yang tak ada keraguan di dalamnya, maka Ramadan kali ini adalah kesempatan berharga bagi kita untuk memahami dan mengikuti petunjuk itu. Melakukan perubahan besar pola hidup kita sesuai tuntunan ilahi.
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).  (Qs. Al-Baqarah: 185)
Layaknya tamu yang datang mengunjungi rumah kita, yang telah lama kita rindukan kedatangannya. Ia membawa berbagai macam oleh-oleh berharga,  maka pantaskah tamu agung ini kita abaikan dan tak kita layani sepenuh hati? 

0 komentar:

Posting Komentar